Rabu, 20 Mei 2015

Vox pop

Video ini berisikan tentang pendapat masyarakat mengenai tarif pembayaran tiket kopaja yang melalui jalur busway. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, untuk mengetahui lebih jelasnya bisa membuka link di bawah ini.

https://youtu.be/Rv21F7vB_Tc



Senin, 27 April 2015

Slum On The Edge Of Jakarta (Kampung Kumuh)


Aroma tak sedap menjadi ciri khas dari sebuah kerajaan. Kerajaan loak yang terletak di Pejaten, Jakarta Selatan menjadi saksi bisu betapa kerasnya perjuangan hidup ditengah Ibu Kota Jakarta. Dalam kerajaan tersebut terdapat 9 lapak, yang dari masing-masing lapaknya terdapat sekitar 10 kepala keluarga. Setiap harinya mereka hanya mencari barang bekas yang masih memiliki harga jual. Mereka menjadikan pekerjaan itu sebagai tumpuan hidup keluarga mereka. Susahnya hidup di Ibu Kota tidak membuat mereka menyerah begitu saja, justru membuat mereka semangat untuk menjadi lebih baik. Dengan bantuan tenaga pengajar dari berbagai universitas di bawah naungan Green Indonesia Foundation kehidupan mereka lebih berwarna. Mereka jadi dapat mempelajari banyak hal, agar kedepannya nanti hidup mereka tidak hanya bergantung dari barang-barang loak saja.

(Berkumpul di sore hari bersama buah hati)
pict by : Eka Nur Septia

(Pengejar matahari keluar dari semak barang loak)
pict by : Sumayya

(Mencari rezeki dengan menguras seluruh tenaga)
pict by : Sony Wicaksono

(Memikul demi kelangsungan hidup)
pict by : Sony Wicaksono

(Tetap penuih harapan, anak bangsa)
pict by : Eka Nur Septia

(Berserah diri kepada Yang Maha Kuasa, kunci ketenangan hidup)
pict by : Sumayya

(Memilah secarik kertas, untuk sesuap nasi)
pict by : Sony Wicaksono

(Kaum ibu dan gelas bekas)
pict by : Eka Nur Septia

(Anak adalah titipan Tuhan yang amat berharga)
'pict by : Sumayya

("Nyore" berkumpul bersama tetangga, saudara terdekat)
pict by : Sony Wicaksono


Rabu, 08 April 2015

Pameran Foto Indonesian Heritage


Pameran foto yang diselenggarakan di Erasmus menampilkan 10 foto terbaik karya para photografer jurnalis penerima permata Photo Journalist Grant 2014. Foto-foto yang ditampilkan berisikan tentang kesenian yang ada di Indonesia, dari 10 foto yang ditampilkan ada beberapa foto yang mencuri perhatian saya karena terdapat kisah dan makna dari foto-foto tersebut.

Cokek Sang Penghibur
Captured by : Anggara Mahendra
Kontributor Bali Buzz (The Jakarta Post Group)
Foto ini menceritakan tentang sebuah hiburan yang bernama cokek yang dimana hiburan ini hanya  bisa dinikmati oleh kelas menengah atas di Cina Benteng, Tanggerang, Banten. Namun sekarang seiring berjalannya waktu hiburan ini sudah bisa dinikmati oleh siapapun karena adanya proses adaptasi, efek dari modernisasi. Hiburan cokek ini menyajikan lagu-lagu dalem yang berbentuk pantun dalam bahasa melayu. Saat itu cokek menjadi salah satu simbol status sosial bagi para pemimpin masyarakat Tionghoa, sehingga tidak sembarang orang berani mendekati sang wayang. Hingga saat ini hiburan Cokek masih tetap ada, namun dalam bentuk yang baru.

Trilogi Kopi
Captured by : Muniroh
Sinar Harapan

Foto ini menceritakan bagaimana gambaran dari historis perjalanan kopi dalam konteks perdagangan dan kebudayaan. Trilogi kopi yang menghubungkan tiga hal yang saling bergantung antara pedagang, pegawai, dan pembeli. Kopi yang diceritakan adalah kopi ‘Bis Kota’ dimana kopi ini adalah bukan kopi biasa melainkan kopi adalah sebagi teman perjalan hidup keluarga penjual dan pembelinya. Cerita kopi ‘Bis Kota’ ini berasal dari Wong Hin yang berasal dari Cina, mengawali dengan mengantar kopi ke rumah orang-orang dengan menggunakan sepeda onthel. Cerita perjalan kopi ‘Bis Kota’ sangat panjang hingga tiga generasi. Ketika generasi ketiga bertemu di warung kopi, saat itulah cerita yang baru dapat dikisahkan kepada anak cucu mereka kelak.

Miss Tjitjih Kian Tertatih
Captured by : Wahyu Purno Arinto
LKBN Antara
Foto ini adalah salah satu foto dari kelompok kesenian yang telah menghibur penonton sejak di Batavia hingga sekarang di Cempaka Putih, Kemayoran, Jakarta. Miss Tjitji masih terus mempertahankan bahasa sunda dalam setiap pementasannya. Dari tahun ke tahun, hingga berganti generasi, cerita pementasan mereka masih tetap sama sebagian besar mengangkat serita horor seperti “kuntilanak warung doyong”, “kehidupan alam kubur”, dan “beranak dalam kubur”. Kelompok kesenian sandiwara Miss Tjitji juga dianggap sebagai pelopor teater modern terus menerus sepanjang zaman. Namun dibalik itu semua permasalahan materi adalah yang menjadi salah satu kendala bagi kelompok kesenian Miss Tjitji untuk mempertahankan dari kepunahan. 

Suara Dari Bharata
Captured by : Ricky Martin
Majalah Bobo
Foto ini menceritakan tentang bagaimana kehidupan seorang seniman WO Bharata. Walaupun mereka hidup dalam kesederhanaan dalam keterbatasan ekonomi, semangat mereka dalam melestarikan budaya Jawa di tengah Metropolitan Jakarta tak pernah surut. Berbagai penghargaan berhasil mereka raih di kancah seni tradisi nasional dan internasioal. Selain itu untuk menambah penghasilan bulanan diantara mereka menjadi pelatih tari dan menjadi tenaga konsultan profesional event organizer wayang orang untuk perusahaan atau instansi pemerintahan. Mereka juga memiliki moto “Langgengmu Harapanku, Lestarimu Tanggung Jawabku” dan bagi mereka mencari seorang sarjaan itu gampang, akan tetapi bisakah menyediakan satu orang pemain wayang kulit?

Pewaris Takhta Nakhoda Pinisi
Capured by : Syamsudin Ilyas
Rakyat Merdeka
Foto ini menceritakan tentang sorang nakhoda bernama Muhammad Basso yang berusia 70 tahun. Sudah selama 45 tahun Basso menjadi seorang nakhoda, berbagai jenis kapal layar tradisional sudah ia nakhodai. Menjadi seorang nakhoda adalah hal yang tidak mudah, selain harus bisa membaca petunjuk alam, seorang nakhoda juga harus memiliki jiwa kepemimpinanyang kuat. Basso juga mengatakan ilmu yang dia pelajari selama ini merupakan hasil terpaan ketika menghadapi kerasnya lautan. Dari tangannya telah banyak lahir nakhoda-nakhoda muda yang dapat diandalkan. Bagi Basso ombak dan badai adalah sahabat, yang tidak perlu dilawan tapi ikuti kemana arahnya haluan. 


Samin Vs Semen



Samin vs semen adalah sebuah film dokumenter yang membicarakan tentang penolakan adanya pembangunan pabrik semen. Film dokumenter ini menampilkan bagaimana upaya masyarakat suku Samin dalam menolak pendirian pabrik semen di daerahnya.  Selain itu masyarakat Samin juga berjuang untuk menyelamatkan tanah milik mereka dari para kapitalis yang tidak sama sekali mementingkan kehidupan masyarakat sekitar. Perlawanan masyarakat Samin diawali dengan 6 orang yang memiliki pendirian untuk melawan adanya pembangunan PT Indosemen tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan oleh masyarakat. Awalnya perlawanan masyarakat Samin hanya dipandang sebelah mata oleh para kapitalis, namun semakin lama banyak masyarakat yang ikut berjuang untuk melakukan perlawanan tolak adanya pembangunan pabrik semen tersebut. Film dokumenter ini membuat antuasias masyarakat luas sehingga timbulnya pro kontra terkait dengan perlawanan masyarakat Samin.

Saya sendiri memiliki beberapa sudut pandang mengenai film dokumenter Samin vs Semen ini. Saya sangat pro dengan perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Samin yang bergitu gigihnya untuk memperjuangkan apa yang mereka miliki. Mereka begitu memperjuangkan tanah karena masyarakat Samin memiliki pendirian bahwa mereka memegang teguh warisan nenek moyang. Paham sedulur Sikep warisan leluhur yang mengajarkan mereka untuk menjaga kelangsungan hidup bagi anak cucu. Masyarakat Samin mayoritas bertani, mereka menggantungkan hidupnya semua berasal dari alam dan pantang berdagang. Menurut mereka bagaimanapun keadaan yang penting mereka masih bisa makan. Bukan hanya laki-laki saja yang berjuang melakukan perlawanan terhadap pihak dari PT Indosemen, namun para wanita baik muda maupun tua semua ikut berjuang melakukan perlawanan. Kata “amin” tidak akan membuat semua berubah tanpa adanya perlawanan. Perlawanan masyarakat Samin di Kabupaten Pati berhasil sehingga pembangunan PT Indosemen gagal. Namun perjuangan masyarakat Samin tidak bisa berhenti hingga saat itu, karena PT Indosemen akan melakukan pendirian pabrik di Rembang. Sehingga waga Samin pun menuju desa tengga untuk berbagi pengalaman mereka bagaimana mereka bersatununtuk mempertahankan agar wilayah mereka tidak dibangun pabrik semen.

Sangat terbukti bahwa tidak adanya kepedulian para kapitalis yang memaksa masyarakat Samin untuk menjual tanah yang mereka miliki untuk pembangunan PT Indosemen tersebut. Pembangunan PT Indosemen di desa Pati memang gagal, namun para kapitalis tidak tinggal diam mereka terus melakukan upaya agar para masyarakat mau menjual tanah mereka demi berhasilnya pembangunan PT Indosemen tersebut. Salah satu upaya mereka adalah mendatangi satu per satu rumah warga dengan menyodorkan uang, namun masyarakat Samin tetap menolak tawaran uang itu. Tapi mereka tetap berusaha dengan mengancam jika tidak menjual tanah maka jalan menuju sawah akan ditutup, dengan berbagai kesepakatan yang telah dibuat oleh masyarakat Samin dengan pihak PT Indosemen akhirnya masyarakat Samin mau menjual sebagian tanah miliknya.

Perjanjian yang telah dibuat tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat Samin. Sekarang bagi mereka jika pabrik semen dibangun, maka mereka akan kehilangan berhektar-hektar lahan sawah dan kehilangan sumber kehidupan. Air dan tanah sangat berarti bagi mereka. Dari apa yang telah di perlihatkan dalam film dokumenter ini, sangat tepat sebagai sarana dalam menjembatani antara pemerintah dengan masyarakat, bahwa masih banyak masyarakat pedalaman yang kurang akan kepedulian dari pihak-pihak luar. Ada satu pesan yang masyarakat Samin katakan khususnya bagi para pihak yang tinggal di kota, bahwa bagi mereka yang ingin memiliki kemewahan jangan membuat penderitaan masyarakat Samin dengan adanya pembangunan PT Indosemen untuk pembangunan rumah-rumah mewah serta gedung yang ada di perkotaan. 

Kamis, 26 Maret 2015

Tukang Kerupuk Tunanetra


Didalam kehidupan manusia tidak selalu memiliki kesempurnaan. Ada yang memiliki keterbatsan melihat, mendengar, berbicara ataupun keterbatasan-keterbatasan yang lainnya. Namun kebanyakan manusia yang memiliki kelebihan malah tidak memanfaatkan kesempurnaan yang dimilikinya. Kadang kesempurnaan setiap manusia yang dimilikinya malah disia-siakan, hal ini berbeda dengan pasangan suami istri penjual kerupuk. Penjual kerupuk ini bernama Nunung dan Jono.
 Nunung dan Jono adalah sepasang suami istri yang bekerja sebagai penjual kerupuk keliling. Mereka tinggal di gang tujuh  Menteng Atas Kuningan, Jakarta Selatan.


 Pasangan suami istri tersebut memiliki dua orang anak perempuan, yang pertama bernama Novi dan anak kedua bernama Clarissa. Anak pertamanya kini masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun anak pertama Nunung dan Jono tidak tinggal bersama mereka melainkan tinggal bersama neneknya di kampung halaman. Sedangkan anak kedua Nunung dan Jono, Clarissa tinggal bersama mereka di Jakarta dan selalu ikut mereka berjualan kerupuk setiap harinya. Biasanya Nunung dan Jono berjualan di sekitar Kawasan Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan. Nunung dan Jono menjual dagangan mereka dari distributor kerupuk.
Nunung dan Jono setiap harinya berjualan mulai dari siang hari hingga malam hari. Pada siang hari Nunung dan Jono biasa berjualan di gang-gang rumah sekitar tempat tinggalnya. Sedangkan pada sore hingga malam hari, Nunung dan Jono berjualan di sekitar area Epicentrum.


 Setiap perjalanan Nunung dan Jono hanya mengandalkan tongkat yang selalu ada dalam pegangan tangannya. Mereka berdua saling menjaga satu sama lain karena mengingat keterbatasan yang mereka miliki. Syukur-syukur anak mereka Clarissa ikut mereka berjualan, Clarissa juga biasanya menuntun Ibu dan Ayahnya ketika sedang berkeliling berjualan. Nunung dan Jono sangat bersyukur karena Clarissa tidak pernah rewel jika ikut mereka berjualan.
Setiap hari Nunung dan Jono saling bergantian untuk menjaga dan menemani Clarissa bermain disekitar tempat dimana mereka berjualan, sekaligus menjaga dagangan mereka. 


Terkadang Nunung dan Jono sangat merindukan Novi anak pertamanya yang kini tinggal di kampung halaman mereka. Nunung juga mengakatan bahwa terkadang Clarissa juga sering menanyakan kabar bagaimana kakak kandungnya sekarang. Nunung dan Jono berharap anak serta orang t
ua mereka di kampung halaman baik-baik saja. Sesekali Nunung dan Jono berkomunikasi dengan anak dan keluarga di kampung melalui telepon genggam yang dimilikinya. Ada yang berbeda dari pasangan suami istri penjual kerupung ini, mereka mengalami keterbatasan dalam melihat. Namun dengan keterbatasan yang mereka miliki tidak menjadi penghalang mereka untuk tetap semangat mencari rezeki. Beliau memiliki senjata yang selalu melindunginya. Tongkat adalah senjata satu-satunya yang mereka miliki. Tongkat itu yang selalu membawa mereka kemanapun mereka pergi, meskipun mereka pergi tak tentu arah, kadang mereka pergi ke Selatan ataupun ke Utara. Menurut mereka tanpa tongkat mereka tidak bisa mencari rezeki.
Nunung dan Jono tidak pernah bosan untuk menunggu orang yang berlalu lalang untuk membeli kerupuknya. Kadang mereka mendapatkan rezeki lebih dari pembelinya, banyak pembeli yang memberi uang lebih dari harga kerupuknya.

 Disaat itu Nunung dan Jono menolak apa yang dikasih dari pembelinya, menurut mereka itu adalah sesuatu yang tidak baik karena prinsip dalam hidup mereka tidak ingin di belas kahihani oleh orang lain. Namun terkadang ada saja orang yang memberi Nunung dan Jono tanpa membeli kerupuk yang mereka jual. Nunung dan Jono juga mengakui bahwa mereka sangat bangga dengan kedua anaknya karena mereka tidak malu untuk mengakui memiliki orang tua yang memiliki keterbatasan seperti apa yang dialami oleh Nunung dan Jono.
Perjalanan mereka menuju tempat jualan, tidak semulus seperti pedangan pada umumnya, apalagi mereka harus berjalan dipinggir jalan yang lokasinya cukup ramai dengan kendaraan yang lalu lalang. Adapun kejadian saat mereka melalukan perjalan, mereka menjelaskan bahwa mereka pernah keserempet sebuah motor yang melalui jalur pejalan kaki, namun pahitnya orang yang menabrak mereka tidak langsung menolongnya meskipun hanya sebatas membantu mereka berdiri lagi. Dengan kejadian tersebut tidak membuat Nunung dan Jono mereka takut untuk melawan kejamnya para mengemudi kendaraan bermotor maupun bermobil. Mereka hanya mengharapkan masih ada orang yang peduli dengan orang yang memiliki keterbatasan seperti mereka.
Nunung dan Jono adalah perantau yang nekat mempertaruhkan hidupnya di Jakarta. Dengan penghasilan yang tidak terbilang banyak, Nunung dan Jono tetap bersyukur setiap harinya. Pemilik kontrakan Nunung dan Jono selalu memberikan keringanan kepada mereka mengingat penghasilannya yang hanya cukup untuk menghidupi keluarga kecilnya itu. Setiap hari dagangan mereka memang tidak selalu laku terjual, namun mereka tetap bisa tersenyum dan bersyukur dengan apa yang telah didapat pada setiap harinya.
Nunung dan Jono tidak mempermasalahkan orang-orang yang mengejeknya. Namun mereka menganggapnya itu adalah sebagai motivasi untuk bisa menjalani hidup demi keluarga kecilnya itu. Ejekan yang diterimanya sebanding dengan rezeki yang di dapat. Mereka tidak mengeluh sedikitpun atas keterbatasan yang di milikinya. Nunung dan Jono hanya memiliki satu harapan dari menjual kerupuk ini, mereka berharap kedua anaknya bisa menjadi orang yang sukses karena menurut mereka orang sukses bisa merahih kebahagiaan yang tak ternilai harganya.

Kegigihan dan semangat Nunung dan Jono bisa menjadi inspirsasi bagi kita yang telah diberikan kelebihan oleh sang Maha Pencipta. Seharusnya kita malu dengan keadaan kita yang masih saja bermalas-malasan untuk bekerja, sedangkan mereka diluar sana yang memiliki keterbatasan masih mau berjuang untuk mempertahankan hidupnya meskipun nyawa yang harus menjadi taruhannya.  

Kamis, 19 Maret 2015

Berbekal Kesukaan Berpetualang

Jika kita mendengar kata jurnalis hal yang pertama kita pikirkan adalah berita. Menjadi seorang jurnalis memang bukanlah yang mudah bagi masing-masing orang. Bekerja sebagai seorang jurnalis memang melelahkan, dari mulai mencari berita, melaporkan berita, belum lagi saat kita melakukan liputan langsung ke lapangan. Seorang jurnalis dituntut untuk mampu bersentuhan dengan beragam realitas yang ada disekitar lingkungan. Berita ataupun informasi yang di sampaikan oleh seorang jurnalis bukan hanya sekedar berita, namun harus tahu apakah berita itu layak untuk di publikasikan atau tidak. Menjalani pekerjaan sebagai seorang jurnalis memang membutuhkan mental serta fisik yang kuat, karena disitulah tantangan terberatnya menjadi seorang jurnalis. Selama kita melewati tantangan tersebut, disitu juga kita belajar untuk mengenal lebih dalam seni kehidupan didalam masyarakat. 
Sekarang ini saya masih berstatus sebagai mahasiswi Ilmu Komunikasi angkatan 2013 disalah satu universitas swasta di Jakata, Universitas Bakrie. Saya memilih peminatan jurnalistik. Saya memiliki keinginan atau cita-cita menjadi seorang jurnalis traveler. Alasan saya yang paling utama memiliki keinginan menjadi seorang jurnalis traveler adalah saya pribadi yang senang menghadapi hal-hal baru yang dapat menambah pengalaman dalam hidup saya. Saya juga senang ketika berhadapan dengan alam bebas. Karena di alam bebas kita juga bisa mengetahu banyak hal mengenai warna-warni kehidupan yang ada di sekeliling kita. Bukan hanya sekedar bisa jalan-jalan kemanapun yang kita inginkan, namun jadi seorang jurnalis traveler saya bisa menambah pengetahui tentang kesenian serta keindahan didunia ini.


              

Pekerjaan jurnalis traveler juga bisa membawa saya mendapatkan kesempatan untuk pergi ketempat kemanapun yang saya inginkan. Selain itu saya juga dapat bertemu dengan tokoh-tokoh penting bahkan saya bisa berbincang mengenai apapun yang berhubungan dengan pekerjaan saya sebagai jurnalis traveler. Jika nanti saya menjadi seorang jurnalis traveler, tempat yang saya ingin kunjungi untuk pertama kali adalah Pulau Bunaken. Bunaken adalah sebuah pulau di Teluk Manado, yang terletak di utara Sulawesi. Pulau Bunaken terkenal dengan keindahan panorama bawah lautnya di dunia. Berbagai biota laut hidup berdesakan di taman laut Bunaken. Pulau Bunaken sangat cocok dikujungi oleh para wisatawan yang gemar dengan keindahan di bawah laut.

                

Dengan keindahan alam bawah laut Pulau Bunaken sebagai seorang jurnalis traveler saya ingin menunjukan kepada dunia betapa indahnya keanekaragaman hayati dan budaya di Indonesia, agar masyarakat dunia tahu bahwa Indonesia memiliki banyak keindahan-keindahan lainnya yang sebelumnya masyarakat tidak ketahui. Karena seperti yang kita ketahui kebanyakan para turis mancanegara hanya mengetahui Pulau Bali sebagai tujuan berlibur mereka. Maka dari itu, saya ingin mengenalkan seluk beluk keindahan Indonesia yang masih tersembunyi dari pengetahuan masyarakat dunia. Untuk menjalankan misi saya tersebut, maka saya berkeinginan menjadi seorang jurnalis traveler.

               

Selain Bunaken saya juga berkeinginan mengunjungi tempat-tempat indah yang ada di Indonesia, misalnya Raja Ampat di kepulauan Papua, Mentawai di Sumatera Barat dan tempat-tempat indah lainnya yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Karena sebelum saya meliput keindahan yang dimiliki oleh Negara lain, saya juga harus mengetahui keindahan yang ada di Negara sendiri yaitu Indonesia. Seperti itulah keinginan atau cita-cita yang saya inginkan jika saya menjadi jurnalis traveler. Dimana ada keinginan disitulah ada jalan, raihlah cita-citamu dengan penuh semangat.


Kamis, 12 Maret 2015

Perjuangan Dibawah Kekuasaan

Not Anymore a Story Of Revolution
Created by Eka Nur Septia
A Story of Revolution merupakan film dokumenter pendek yang berlatar belakang kehidupan sehari-hari masyarakat Suriah di tengah revolusi. Film ini menceritakan tentang perjuangan yang dilakukan masyarakat Suriah untuk menggulingkan rezim yang berkuasa, yaitu rezim Bashar Al-Assad yang cenderung korup, represif, dan tidak memperhatikan kepentingan dan apresiasi masyarakat. Konflik di Suriah ini  banyak memakan korban jiwa dari warga sipil. Melalui film dokumenter ini juga menampilkan aspirasi emosional dari masyarakat dalam memperjuangkan kebebasan negaranya dari kepemimpinan Al-Assad. 

Semangat juang masyarakat Suriah dapat dilihat dari sosok Noer (24 tahun).  Ia adalah salah satu wanita yang berani terjun langsung untuk mendokumentasikan realita konflik yang terjadi di Suriah. Noer dulunya adalah seorang guru Bahasa inggris di salah satu sekolah dasar di Suriah, namun saat terjadinya revolusi ini, ia sangat gigih untuk berjuang demi negaranya. Sebagai seorang fotografer, Noer mendokumentasikan keadaan sehari-hari di salah satu kota di Suriah yang penuh dengan serangan senjata militer. Berkat perjuangan Noer ini, dunia luar menjadi tahu apa yang terjadi di Suriah. Noer juga menceritakan mengenai kejadian tragis dan menyedihkan yang menimpa teman-teman terdekatnya akibat serangan militer Al-Assad. Untuk itu, ia akan memberikan seluruh hidupnya untuk berjuang demi teman-temannya dan negaranya sendiri. Dalam film ini, Noer dapat menyalurkan aspirasi dan suaranya kepada dunia.



Salah satu adegan yang terlihat tragis dalam film dokumenter tersebut adalah  ketika seorang anak perempuan yang sedang bernyanyi tiba-tiba dikejutkan oleh suara menggelegar yang berasal dari serangan mortir militer rezim Al-Assad. Selain itu, serangan tersebut melukai warga Suriah yang berada ditempat kejadian dan juga menyebabkan hancurnya bangunan sekitar. Di dalam film dokumenter ini juga Mowya selaku pemimpin FSA menyindir warga Amerika dengan humor bahwa warga Amerika tidak peduli dengan keadaan yang terjadi di Suriah dengan mengatakan warga Amerika lebih peduli dengan kucing dibandingkan dengan peristiwa yang terjadi.

Film dokumenter ini menceritakan tentang realita sehari-hari kehidupan di Suriah yang berada di bawah tekanan militer bersenjata. Banyak sekali masyarakat Suriah yang menjadi korban dari rezim penguasa tersebut. Film dokumenter ini dapat membuat penonton memiliki empati terhadap apa yang terjadi dan dirasakan oleh masyarakat Suriah dalam memperjuangkan kebebasan negaranya. Dalam film ini juga tergambar jelas semangat dan keinginan kuat masyarakat Suriah untuk terbebas dari rezim pemerintahan Al-Assad dan memulai pemerintahan baru yang lebih baik. Masyarakat Suriah percaya bahwa mereka dapat membangun pemerintahan baru yang dapat memakmurkan dan mensejahterakan negara mereka.