Video ini berisikan tentang pendapat masyarakat mengenai tarif pembayaran tiket kopaja yang melalui jalur busway. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, untuk mengetahui lebih jelasnya bisa membuka link di bawah ini.
https://youtu.be/Rv21F7vB_Tc
Kisah Dibalik Bingkai Foto
Rabu, 20 Mei 2015
Senin, 27 April 2015
Slum On The Edge Of Jakarta (Kampung Kumuh)
Aroma tak sedap menjadi ciri khas dari sebuah
kerajaan. Kerajaan loak yang terletak di Pejaten, Jakarta Selatan menjadi saksi
bisu betapa kerasnya perjuangan hidup ditengah Ibu Kota Jakarta. Dalam kerajaan
tersebut terdapat 9 lapak, yang dari masing-masing lapaknya terdapat sekitar 10
kepala keluarga. Setiap harinya mereka hanya mencari barang bekas yang masih
memiliki harga jual. Mereka menjadikan pekerjaan itu sebagai tumpuan hidup
keluarga mereka. Susahnya hidup di Ibu Kota tidak membuat mereka menyerah begitu
saja, justru membuat mereka semangat untuk menjadi lebih baik. Dengan bantuan
tenaga pengajar dari berbagai universitas di bawah naungan Green Indonesia
Foundation kehidupan mereka lebih berwarna. Mereka jadi dapat mempelajari
banyak hal, agar kedepannya nanti hidup mereka tidak hanya bergantung dari
barang-barang loak saja.
| (Berkumpul di sore hari bersama buah hati) pict by : Eka Nur Septia |
| (Pengejar matahari keluar dari semak barang loak) pict by : Sumayya |
| (Mencari rezeki dengan menguras seluruh tenaga) pict by : Sony Wicaksono |
| (Memikul demi kelangsungan hidup) pict by : Sony Wicaksono |
| (Tetap penuih harapan, anak bangsa) pict by : Eka Nur Septia |
| (Berserah diri kepada Yang Maha Kuasa, kunci ketenangan hidup) pict by : Sumayya |
| (Memilah secarik kertas, untuk sesuap nasi) pict by : Sony Wicaksono |
| (Kaum ibu dan gelas bekas) pict by : Eka Nur Septia |
| (Anak adalah titipan Tuhan yang amat berharga) 'pict by : Sumayya |
| ("Nyore" berkumpul bersama tetangga, saudara terdekat) pict by : Sony Wicaksono |
Rabu, 08 April 2015
Pameran Foto Indonesian Heritage
Pameran foto yang diselenggarakan di Erasmus menampilkan 10 foto terbaik karya para photografer jurnalis penerima permata Photo Journalist Grant 2014. Foto-foto yang ditampilkan berisikan tentang kesenian yang ada di Indonesia, dari 10 foto yang ditampilkan ada beberapa foto yang mencuri perhatian saya karena terdapat kisah dan makna dari foto-foto tersebut.
| Cokek Sang Penghibur Captured by : Anggara Mahendra Kontributor Bali Buzz (The Jakarta Post Group) |
Foto ini menceritakan
tentang sebuah hiburan yang bernama cokek yang dimana hiburan ini hanya bisa dinikmati oleh kelas menengah atas di
Cina Benteng, Tanggerang, Banten. Namun sekarang seiring berjalannya waktu hiburan
ini sudah bisa dinikmati oleh siapapun karena adanya proses adaptasi, efek dari
modernisasi. Hiburan cokek ini menyajikan lagu-lagu dalem yang berbentuk pantun
dalam bahasa melayu. Saat itu cokek menjadi salah satu simbol status sosial
bagi para pemimpin masyarakat Tionghoa, sehingga tidak sembarang orang berani
mendekati sang wayang. Hingga saat ini hiburan Cokek masih tetap ada, namun
dalam bentuk yang baru.
| Trilogi Kopi Captured by : Muniroh Sinar Harapan |
Foto ini menceritakan
bagaimana gambaran dari historis perjalanan kopi dalam konteks perdagangan dan
kebudayaan. Trilogi kopi yang menghubungkan tiga hal yang saling bergantung
antara pedagang, pegawai, dan pembeli. Kopi yang diceritakan adalah kopi ‘Bis Kota’
dimana kopi ini adalah bukan kopi biasa melainkan kopi adalah sebagi teman
perjalan hidup keluarga penjual dan pembelinya. Cerita kopi ‘Bis Kota’ ini
berasal dari Wong Hin yang berasal dari Cina, mengawali dengan mengantar kopi
ke rumah orang-orang dengan menggunakan sepeda onthel. Cerita perjalan kopi
‘Bis Kota’ sangat panjang hingga tiga generasi. Ketika generasi ketiga bertemu
di warung kopi, saat itulah cerita yang baru dapat dikisahkan kepada anak cucu
mereka kelak.
| Miss Tjitjih Kian Tertatih Captured by : Wahyu Purno Arinto LKBN Antara |
Foto ini adalah salah
satu foto dari kelompok kesenian yang telah menghibur penonton sejak di Batavia
hingga sekarang di Cempaka Putih, Kemayoran, Jakarta. Miss Tjitji masih terus
mempertahankan bahasa sunda dalam setiap pementasannya. Dari tahun ke tahun,
hingga berganti generasi, cerita pementasan mereka masih tetap sama sebagian
besar mengangkat serita horor seperti “kuntilanak warung doyong”, “kehidupan
alam kubur”, dan “beranak dalam kubur”. Kelompok kesenian sandiwara Miss Tjitji
juga dianggap sebagai pelopor teater modern terus menerus sepanjang zaman.
Namun dibalik itu semua permasalahan materi adalah yang menjadi salah satu
kendala bagi kelompok kesenian Miss Tjitji untuk mempertahankan dari kepunahan.
| Suara Dari Bharata Captured by : Ricky Martin Majalah Bobo |
Foto ini menceritakan
tentang bagaimana kehidupan seorang seniman WO Bharata. Walaupun mereka hidup
dalam kesederhanaan dalam keterbatasan ekonomi, semangat mereka dalam
melestarikan budaya Jawa di tengah Metropolitan Jakarta tak pernah surut.
Berbagai penghargaan berhasil mereka raih di kancah seni tradisi nasional dan
internasioal. Selain itu untuk menambah penghasilan bulanan diantara mereka
menjadi pelatih tari dan menjadi tenaga konsultan profesional event organizer wayang orang untuk
perusahaan atau instansi pemerintahan. Mereka juga memiliki moto “Langgengmu Harapanku, Lestarimu Tanggung
Jawabku” dan bagi mereka mencari seorang sarjaan itu gampang, akan tetapi
bisakah menyediakan satu orang pemain wayang kulit?
| Pewaris Takhta Nakhoda Pinisi Capured by : Syamsudin Ilyas Rakyat Merdeka |
Foto ini menceritakan
tentang sorang nakhoda bernama Muhammad Basso yang berusia 70 tahun. Sudah
selama 45 tahun Basso menjadi seorang nakhoda, berbagai jenis kapal layar
tradisional sudah ia nakhodai. Menjadi seorang nakhoda adalah hal yang tidak
mudah, selain harus bisa membaca petunjuk alam, seorang nakhoda juga harus
memiliki jiwa kepemimpinanyang kuat. Basso juga mengatakan ilmu yang dia
pelajari selama ini merupakan hasil terpaan ketika menghadapi kerasnya lautan.
Dari tangannya telah banyak lahir nakhoda-nakhoda muda yang dapat diandalkan.
Bagi Basso ombak dan badai adalah sahabat, yang tidak perlu dilawan tapi ikuti
kemana arahnya haluan.
Samin Vs Semen
Samin vs semen adalah sebuah film dokumenter yang membicarakan tentang
penolakan adanya pembangunan pabrik semen. Film dokumenter ini menampilkan
bagaimana upaya masyarakat suku Samin dalam menolak pendirian pabrik semen di
daerahnya. Selain itu masyarakat Samin
juga berjuang untuk menyelamatkan tanah milik mereka dari para kapitalis yang
tidak sama sekali mementingkan kehidupan masyarakat sekitar. Perlawanan
masyarakat Samin diawali dengan 6 orang yang memiliki pendirian untuk melawan
adanya pembangunan PT Indosemen tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
masyarakat. Awalnya perlawanan masyarakat Samin hanya dipandang sebelah mata
oleh para kapitalis, namun semakin lama banyak masyarakat yang ikut berjuang
untuk melakukan perlawanan tolak adanya pembangunan pabrik semen tersebut. Film
dokumenter ini membuat antuasias masyarakat luas sehingga timbulnya pro kontra
terkait dengan perlawanan masyarakat Samin.
Saya sendiri memiliki beberapa sudut pandang mengenai film dokumenter
Samin vs Semen ini. Saya sangat pro dengan perlawanan yang dilakukan oleh
masyarakat Samin yang bergitu gigihnya untuk memperjuangkan apa yang mereka
miliki. Mereka begitu memperjuangkan tanah karena masyarakat Samin memiliki
pendirian bahwa mereka memegang teguh warisan nenek moyang. Paham sedulur Sikep
warisan leluhur yang mengajarkan mereka untuk menjaga kelangsungan hidup bagi
anak cucu. Masyarakat Samin mayoritas bertani, mereka menggantungkan hidupnya
semua berasal dari alam dan pantang berdagang. Menurut mereka bagaimanapun keadaan
yang penting mereka masih bisa makan. Bukan hanya laki-laki saja yang berjuang
melakukan perlawanan terhadap pihak dari PT Indosemen, namun para wanita baik
muda maupun tua semua ikut berjuang melakukan perlawanan. Kata “amin” tidak
akan membuat semua berubah tanpa adanya perlawanan. Perlawanan masyarakat Samin
di Kabupaten Pati berhasil sehingga pembangunan PT Indosemen gagal. Namun
perjuangan masyarakat Samin tidak bisa berhenti hingga saat itu, karena PT
Indosemen akan melakukan pendirian pabrik di Rembang. Sehingga waga Samin pun
menuju desa tengga untuk berbagi pengalaman mereka bagaimana mereka
bersatununtuk mempertahankan agar wilayah mereka tidak dibangun pabrik semen.
Sangat terbukti bahwa tidak adanya kepedulian para kapitalis yang memaksa
masyarakat Samin untuk menjual tanah yang mereka miliki untuk pembangunan PT
Indosemen tersebut. Pembangunan PT Indosemen di desa Pati memang gagal, namun
para kapitalis tidak tinggal diam mereka terus melakukan upaya agar para
masyarakat mau menjual tanah mereka demi berhasilnya pembangunan PT Indosemen
tersebut. Salah satu upaya mereka adalah mendatangi satu per satu rumah warga
dengan menyodorkan uang, namun masyarakat Samin tetap menolak tawaran uang itu.
Tapi mereka tetap berusaha dengan mengancam jika tidak menjual tanah maka jalan
menuju sawah akan ditutup, dengan berbagai kesepakatan yang telah dibuat oleh
masyarakat Samin dengan pihak PT Indosemen akhirnya masyarakat Samin mau
menjual sebagian tanah miliknya.
Perjanjian yang telah dibuat tidak sesuai dengan apa yang diharapkan
masyarakat Samin. Sekarang bagi mereka jika pabrik semen dibangun, maka mereka
akan kehilangan berhektar-hektar lahan sawah dan kehilangan sumber kehidupan.
Air dan tanah sangat berarti bagi mereka. Dari apa yang telah di perlihatkan
dalam film dokumenter ini, sangat tepat sebagai sarana dalam menjembatani
antara pemerintah dengan masyarakat, bahwa masih banyak masyarakat pedalaman
yang kurang akan kepedulian dari pihak-pihak luar. Ada satu pesan yang
masyarakat Samin katakan khususnya bagi para pihak yang tinggal di kota, bahwa
bagi mereka yang ingin memiliki kemewahan jangan membuat penderitaan masyarakat
Samin dengan adanya pembangunan PT Indosemen untuk pembangunan rumah-rumah
mewah serta gedung yang ada di perkotaan.
Kamis, 26 Maret 2015
Tukang Kerupuk Tunanetra
Didalam
kehidupan manusia tidak selalu memiliki kesempurnaan. Ada yang memiliki
keterbatsan melihat, mendengar, berbicara ataupun keterbatasan-keterbatasan
yang lainnya. Namun kebanyakan manusia yang memiliki kelebihan malah tidak
memanfaatkan kesempurnaan yang dimilikinya. Kadang kesempurnaan setiap manusia
yang dimilikinya malah disia-siakan, hal ini berbeda dengan pasangan suami
istri penjual kerupuk. Penjual kerupuk ini bernama Nunung dan Jono.
Nunung dan Jono adalah sepasang suami istri
yang bekerja sebagai penjual kerupuk keliling. Mereka tinggal di gang tujuh Menteng Atas Kuningan, Jakarta Selatan.
Pasangan suami istri tersebut memiliki dua orang anak perempuan, yang pertama bernama Novi dan anak kedua bernama Clarissa. Anak pertamanya kini masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun anak pertama Nunung dan Jono tidak tinggal bersama mereka melainkan tinggal bersama neneknya di kampung halaman. Sedangkan anak kedua Nunung dan Jono, Clarissa tinggal bersama mereka di Jakarta dan selalu ikut mereka berjualan kerupuk setiap harinya. Biasanya Nunung dan Jono berjualan di sekitar Kawasan Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan. Nunung dan Jono menjual dagangan mereka dari distributor kerupuk.
Pasangan suami istri tersebut memiliki dua orang anak perempuan, yang pertama bernama Novi dan anak kedua bernama Clarissa. Anak pertamanya kini masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun anak pertama Nunung dan Jono tidak tinggal bersama mereka melainkan tinggal bersama neneknya di kampung halaman. Sedangkan anak kedua Nunung dan Jono, Clarissa tinggal bersama mereka di Jakarta dan selalu ikut mereka berjualan kerupuk setiap harinya. Biasanya Nunung dan Jono berjualan di sekitar Kawasan Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan. Nunung dan Jono menjual dagangan mereka dari distributor kerupuk.
Nunung
dan Jono setiap harinya berjualan mulai dari siang hari hingga malam hari. Pada
siang hari Nunung dan Jono biasa berjualan di gang-gang rumah sekitar tempat
tinggalnya. Sedangkan pada sore hingga malam hari, Nunung dan Jono berjualan di
sekitar area Epicentrum.
Setiap perjalanan Nunung dan Jono hanya mengandalkan tongkat yang selalu ada dalam pegangan tangannya. Mereka berdua saling menjaga satu sama lain karena mengingat keterbatasan yang mereka miliki. Syukur-syukur anak mereka Clarissa ikut mereka berjualan, Clarissa juga biasanya menuntun Ibu dan Ayahnya ketika sedang berkeliling berjualan. Nunung dan Jono sangat bersyukur karena Clarissa tidak pernah rewel jika ikut mereka berjualan.
Setiap perjalanan Nunung dan Jono hanya mengandalkan tongkat yang selalu ada dalam pegangan tangannya. Mereka berdua saling menjaga satu sama lain karena mengingat keterbatasan yang mereka miliki. Syukur-syukur anak mereka Clarissa ikut mereka berjualan, Clarissa juga biasanya menuntun Ibu dan Ayahnya ketika sedang berkeliling berjualan. Nunung dan Jono sangat bersyukur karena Clarissa tidak pernah rewel jika ikut mereka berjualan.
Setiap
hari Nunung dan Jono saling bergantian untuk menjaga dan menemani Clarissa
bermain disekitar tempat dimana mereka berjualan, sekaligus menjaga dagangan
mereka.
Terkadang Nunung dan Jono sangat merindukan Novi anak pertamanya yang kini tinggal di kampung halaman mereka. Nunung juga mengakatan bahwa terkadang Clarissa juga sering menanyakan kabar bagaimana kakak kandungnya sekarang. Nunung dan Jono berharap anak serta orang t
ua mereka di kampung halaman
baik-baik saja. Sesekali Nunung dan Jono berkomunikasi dengan anak dan keluarga
di kampung melalui telepon genggam yang dimilikinya. Ada yang berbeda dari
pasangan suami istri penjual kerupung ini, mereka mengalami keterbatasan dalam
melihat. Namun dengan keterbatasan yang mereka miliki tidak menjadi penghalang
mereka untuk tetap semangat mencari rezeki. Beliau memiliki senjata yang selalu
melindunginya. Tongkat adalah senjata satu-satunya yang mereka miliki. Tongkat
itu yang selalu membawa mereka kemanapun mereka pergi, meskipun mereka pergi
tak tentu arah, kadang mereka pergi ke Selatan ataupun ke Utara. Menurut mereka
tanpa tongkat mereka tidak bisa mencari rezeki.
Terkadang Nunung dan Jono sangat merindukan Novi anak pertamanya yang kini tinggal di kampung halaman mereka. Nunung juga mengakatan bahwa terkadang Clarissa juga sering menanyakan kabar bagaimana kakak kandungnya sekarang. Nunung dan Jono berharap anak serta orang t
Nunung
dan Jono tidak pernah bosan untuk menunggu orang yang berlalu lalang untuk
membeli kerupuknya. Kadang mereka mendapatkan rezeki lebih dari pembelinya,
banyak pembeli yang memberi uang lebih dari harga kerupuknya.
Disaat itu Nunung dan Jono menolak apa yang dikasih dari pembelinya, menurut mereka itu adalah sesuatu yang tidak baik karena prinsip dalam hidup mereka tidak ingin di belas kahihani oleh orang lain. Namun terkadang ada saja orang yang memberi Nunung dan Jono tanpa membeli kerupuk yang mereka jual. Nunung dan Jono juga mengakui bahwa mereka sangat bangga dengan kedua anaknya karena mereka tidak malu untuk mengakui memiliki orang tua yang memiliki keterbatasan seperti apa yang dialami oleh Nunung dan Jono.
Disaat itu Nunung dan Jono menolak apa yang dikasih dari pembelinya, menurut mereka itu adalah sesuatu yang tidak baik karena prinsip dalam hidup mereka tidak ingin di belas kahihani oleh orang lain. Namun terkadang ada saja orang yang memberi Nunung dan Jono tanpa membeli kerupuk yang mereka jual. Nunung dan Jono juga mengakui bahwa mereka sangat bangga dengan kedua anaknya karena mereka tidak malu untuk mengakui memiliki orang tua yang memiliki keterbatasan seperti apa yang dialami oleh Nunung dan Jono.
Perjalanan
mereka menuju tempat jualan, tidak semulus seperti pedangan pada umumnya,
apalagi mereka harus berjalan dipinggir jalan yang lokasinya cukup ramai dengan
kendaraan yang lalu lalang. Adapun kejadian saat mereka melalukan perjalan,
mereka menjelaskan bahwa mereka pernah keserempet sebuah motor yang melalui
jalur pejalan kaki, namun pahitnya orang yang menabrak mereka tidak langsung
menolongnya meskipun hanya sebatas membantu mereka berdiri lagi. Dengan kejadian
tersebut tidak membuat Nunung dan Jono mereka takut untuk melawan kejamnya para
mengemudi kendaraan bermotor maupun bermobil. Mereka hanya mengharapkan masih
ada orang yang peduli dengan orang yang memiliki keterbatasan seperti mereka.
Nunung
dan Jono adalah perantau yang nekat mempertaruhkan hidupnya di Jakarta. Dengan
penghasilan yang tidak terbilang banyak, Nunung dan Jono tetap bersyukur setiap
harinya. Pemilik kontrakan Nunung dan Jono selalu memberikan keringanan kepada
mereka mengingat penghasilannya yang hanya cukup untuk menghidupi keluarga
kecilnya itu. Setiap hari dagangan mereka memang tidak selalu laku terjual,
namun mereka tetap bisa tersenyum dan bersyukur dengan apa yang telah didapat
pada setiap harinya.
Nunung
dan Jono tidak mempermasalahkan orang-orang yang mengejeknya. Namun mereka
menganggapnya itu adalah sebagai motivasi untuk bisa menjalani hidup demi
keluarga kecilnya itu. Ejekan yang diterimanya sebanding dengan rezeki yang di dapat.
Mereka tidak mengeluh sedikitpun atas keterbatasan yang di milikinya. Nunung
dan Jono hanya memiliki satu harapan dari menjual kerupuk ini, mereka berharap
kedua anaknya bisa menjadi orang yang sukses karena menurut mereka orang sukses
bisa merahih kebahagiaan yang tak ternilai harganya.
Kegigihan
dan semangat Nunung dan Jono bisa menjadi inspirsasi bagi kita yang telah
diberikan kelebihan oleh sang Maha Pencipta. Seharusnya kita malu dengan
keadaan kita yang masih saja bermalas-malasan untuk bekerja, sedangkan mereka
diluar sana yang memiliki keterbatasan masih mau berjuang untuk mempertahankan
hidupnya meskipun nyawa yang harus menjadi taruhannya.
Kamis, 19 Maret 2015
Berbekal Kesukaan Berpetualang
Jika
kita mendengar kata jurnalis hal yang pertama kita pikirkan adalah berita.
Menjadi seorang jurnalis memang bukanlah yang mudah bagi masing-masing orang.
Bekerja sebagai seorang jurnalis memang melelahkan, dari mulai mencari berita,
melaporkan berita, belum lagi saat kita melakukan liputan langsung ke lapangan. Seorang jurnalis dituntut untuk mampu bersentuhan dengan beragam realitas yang ada
disekitar lingkungan. Berita ataupun informasi yang di sampaikan oleh seorang
jurnalis bukan hanya sekedar berita, namun harus tahu apakah berita itu layak
untuk di publikasikan atau tidak. Menjalani pekerjaan sebagai seorang jurnalis
memang membutuhkan mental serta fisik yang kuat, karena disitulah tantangan
terberatnya menjadi seorang jurnalis. Selama kita melewati tantangan tersebut,
disitu juga kita belajar untuk mengenal lebih dalam seni kehidupan didalam
masyarakat.
Sekarang
ini saya masih berstatus sebagai mahasiswi Ilmu Komunikasi angkatan 2013
disalah satu universitas swasta di Jakata, Universitas Bakrie. Saya memilih peminatan jurnalistik. Saya memiliki keinginan atau cita-cita menjadi seorang jurnalis traveler. Alasan saya yang paling utama memiliki keinginan menjadi seorang jurnalis traveler adalah saya pribadi yang senang menghadapi hal-hal baru yang
dapat menambah pengalaman dalam hidup saya. Saya juga senang ketika berhadapan
dengan alam bebas. Karena di alam bebas kita juga bisa mengetahu banyak hal
mengenai warna-warni kehidupan yang ada di sekeliling kita. Bukan hanya sekedar
bisa jalan-jalan kemanapun yang kita inginkan, namun jadi seorang jurnalis
traveler saya bisa menambah pengetahui tentang kesenian serta keindahan didunia
ini.
Pekerjaan
jurnalis traveler juga bisa membawa saya mendapatkan kesempatan untuk pergi
ketempat kemanapun yang saya inginkan. Selain itu saya juga dapat bertemu
dengan tokoh-tokoh penting bahkan saya bisa berbincang mengenai apapun yang
berhubungan dengan pekerjaan saya sebagai jurnalis traveler. Jika nanti saya
menjadi seorang jurnalis traveler, tempat yang saya ingin kunjungi untuk pertama
kali adalah Pulau Bunaken. Bunaken adalah sebuah pulau di Teluk Manado, yang
terletak di utara Sulawesi. Pulau Bunaken terkenal dengan keindahan panorama
bawah lautnya di dunia. Berbagai biota laut hidup berdesakan di taman laut
Bunaken. Pulau Bunaken sangat cocok dikujungi oleh para wisatawan yang gemar
dengan keindahan di bawah laut.
Dengan
keindahan alam bawah laut Pulau Bunaken sebagai seorang jurnalis traveler saya
ingin menunjukan kepada dunia betapa indahnya keanekaragaman hayati dan budaya
di Indonesia, agar masyarakat dunia tahu bahwa Indonesia memiliki banyak
keindahan-keindahan lainnya yang sebelumnya masyarakat tidak ketahui. Karena
seperti yang kita ketahui kebanyakan para turis mancanegara hanya mengetahui
Pulau Bali sebagai tujuan berlibur mereka. Maka dari itu, saya ingin mengenalkan
seluk beluk keindahan Indonesia yang masih tersembunyi dari pengetahuan
masyarakat dunia. Untuk menjalankan misi saya tersebut, maka saya berkeinginan
menjadi seorang jurnalis traveler.
Selain
Bunaken saya juga berkeinginan mengunjungi tempat-tempat indah yang ada di
Indonesia, misalnya Raja Ampat di kepulauan Papua, Mentawai di Sumatera Barat dan tempat-tempat indah lainnya yang tidak
mungkin saya sebutkan satu persatu. Karena sebelum saya meliput keindahan yang
dimiliki oleh Negara lain, saya juga harus mengetahui keindahan yang ada di
Negara sendiri yaitu Indonesia. Seperti itulah keinginan atau cita-cita yang
saya inginkan jika saya menjadi jurnalis traveler. Dimana ada keinginan
disitulah ada jalan, raihlah cita-citamu dengan penuh semangat.
Kamis, 12 Maret 2015
Perjuangan Dibawah Kekuasaan
![]() |
| Not Anymore a Story Of Revolution Created by Eka Nur Septia |
A Story of Revolution merupakan film dokumenter pendek yang berlatar
belakang kehidupan sehari-hari masyarakat Suriah di tengah revolusi. Film ini
menceritakan tentang perjuangan yang dilakukan masyarakat Suriah untuk
menggulingkan rezim yang berkuasa, yaitu rezim Bashar Al-Assad yang cenderung korup, represif, dan tidak memperhatikan
kepentingan dan apresiasi masyarakat. Konflik di Suriah ini banyak memakan korban jiwa dari warga sipil.
Melalui film dokumenter ini juga menampilkan aspirasi emosional dari masyarakat
dalam memperjuangkan kebebasan negaranya dari kepemimpinan Al-Assad.
Semangat
juang masyarakat Suriah dapat dilihat dari sosok Noer (24 tahun). Ia adalah salah satu wanita yang berani
terjun langsung untuk mendokumentasikan realita konflik yang terjadi di Suriah.
Noer dulunya adalah seorang guru Bahasa inggris di salah satu sekolah dasar di
Suriah, namun saat terjadinya revolusi ini, ia sangat gigih untuk berjuang demi
negaranya. Sebagai seorang fotografer, Noer mendokumentasikan keadaan
sehari-hari di salah satu kota di Suriah yang penuh dengan serangan senjata
militer. Berkat perjuangan Noer ini, dunia luar menjadi tahu apa yang terjadi
di Suriah. Noer juga menceritakan mengenai kejadian tragis dan menyedihkan yang
menimpa teman-teman terdekatnya akibat serangan militer Al-Assad. Untuk itu, ia
akan memberikan seluruh hidupnya untuk berjuang demi teman-temannya dan
negaranya sendiri. Dalam film ini, Noer dapat menyalurkan aspirasi dan suaranya
kepada dunia.
Salah satu adegan yang
terlihat tragis dalam film dokumenter tersebut adalah ketika seorang anak perempuan yang sedang
bernyanyi tiba-tiba dikejutkan oleh suara menggelegar yang berasal dari
serangan mortir militer rezim Al-Assad. Selain itu, serangan tersebut melukai
warga Suriah yang berada ditempat kejadian dan juga menyebabkan hancurnya
bangunan sekitar. Di dalam film dokumenter ini juga Mowya selaku pemimpin FSA menyindir
warga Amerika dengan humor bahwa warga Amerika tidak peduli dengan keadaan yang
terjadi di Suriah dengan mengatakan warga Amerika lebih peduli dengan kucing
dibandingkan dengan peristiwa yang terjadi.
Film dokumenter ini menceritakan tentang realita sehari-hari kehidupan di Suriah yang berada di bawah tekanan militer bersenjata. Banyak sekali masyarakat Suriah yang menjadi korban dari rezim penguasa tersebut. Film dokumenter ini dapat membuat penonton memiliki empati terhadap apa yang terjadi dan dirasakan oleh masyarakat Suriah dalam memperjuangkan kebebasan negaranya. Dalam film ini juga tergambar jelas semangat dan keinginan kuat masyarakat Suriah untuk terbebas dari rezim pemerintahan Al-Assad dan memulai pemerintahan baru yang lebih baik. Masyarakat Suriah percaya bahwa mereka dapat membangun pemerintahan baru yang dapat memakmurkan dan mensejahterakan negara mereka.
Langganan:
Komentar (Atom)





