Pameran foto yang diselenggarakan di Erasmus menampilkan 10 foto terbaik karya para photografer jurnalis penerima permata Photo Journalist Grant 2014. Foto-foto yang ditampilkan berisikan tentang kesenian yang ada di Indonesia, dari 10 foto yang ditampilkan ada beberapa foto yang mencuri perhatian saya karena terdapat kisah dan makna dari foto-foto tersebut.
.JPG) |
Cokek Sang Penghibur
Captured by : Anggara Mahendra
Kontributor Bali Buzz (The Jakarta Post Group) |
Foto ini menceritakan
tentang sebuah hiburan yang bernama cokek yang dimana hiburan ini hanya bisa dinikmati oleh kelas menengah atas di
Cina Benteng, Tanggerang, Banten. Namun sekarang seiring berjalannya waktu hiburan
ini sudah bisa dinikmati oleh siapapun karena adanya proses adaptasi, efek dari
modernisasi. Hiburan cokek ini menyajikan lagu-lagu dalem yang berbentuk pantun
dalam bahasa melayu. Saat itu cokek menjadi salah satu simbol status sosial
bagi para pemimpin masyarakat Tionghoa, sehingga tidak sembarang orang berani
mendekati sang wayang. Hingga saat ini hiburan Cokek masih tetap ada, namun
dalam bentuk yang baru.
.JPG) |
Trilogi Kopi
Captured by : Muniroh
Sinar Harapan |
Foto ini menceritakan
bagaimana gambaran dari historis perjalanan kopi dalam konteks perdagangan dan
kebudayaan. Trilogi kopi yang menghubungkan tiga hal yang saling bergantung
antara pedagang, pegawai, dan pembeli. Kopi yang diceritakan adalah kopi ‘Bis Kota’
dimana kopi ini adalah bukan kopi biasa melainkan kopi adalah sebagi teman
perjalan hidup keluarga penjual dan pembelinya. Cerita kopi ‘Bis Kota’ ini
berasal dari Wong Hin yang berasal dari Cina, mengawali dengan mengantar kopi
ke rumah orang-orang dengan menggunakan sepeda onthel. Cerita perjalan kopi
‘Bis Kota’ sangat panjang hingga tiga generasi. Ketika generasi ketiga bertemu
di warung kopi, saat itulah cerita yang baru dapat dikisahkan kepada anak cucu
mereka kelak.
.JPG) |
Miss Tjitjih Kian Tertatih
Captured by : Wahyu Purno Arinto
LKBN Antara |
Foto ini adalah salah
satu foto dari kelompok kesenian yang telah menghibur penonton sejak di Batavia
hingga sekarang di Cempaka Putih, Kemayoran, Jakarta. Miss Tjitji masih terus
mempertahankan bahasa sunda dalam setiap pementasannya. Dari tahun ke tahun,
hingga berganti generasi, cerita pementasan mereka masih tetap sama sebagian
besar mengangkat serita horor seperti “kuntilanak warung doyong”, “kehidupan
alam kubur”, dan “beranak dalam kubur”. Kelompok kesenian sandiwara Miss Tjitji
juga dianggap sebagai pelopor teater modern terus menerus sepanjang zaman.
Namun dibalik itu semua permasalahan materi adalah yang menjadi salah satu
kendala bagi kelompok kesenian Miss Tjitji untuk mempertahankan dari kepunahan.
.JPG) |
Suara Dari Bharata
Captured by : Ricky Martin
Majalah Bobo |
Foto ini menceritakan
tentang bagaimana kehidupan seorang seniman WO Bharata. Walaupun mereka hidup
dalam kesederhanaan dalam keterbatasan ekonomi, semangat mereka dalam
melestarikan budaya Jawa di tengah Metropolitan Jakarta tak pernah surut.
Berbagai penghargaan berhasil mereka raih di kancah seni tradisi nasional dan
internasioal. Selain itu untuk menambah penghasilan bulanan diantara mereka
menjadi pelatih tari dan menjadi tenaga konsultan profesional event organizer wayang orang untuk
perusahaan atau instansi pemerintahan. Mereka juga memiliki moto “Langgengmu Harapanku, Lestarimu Tanggung
Jawabku” dan bagi mereka mencari seorang sarjaan itu gampang, akan tetapi
bisakah menyediakan satu orang pemain wayang kulit?
.JPG) |
Pewaris Takhta Nakhoda Pinisi
Capured by : Syamsudin Ilyas
Rakyat Merdeka |
Foto ini menceritakan
tentang sorang nakhoda bernama Muhammad Basso yang berusia 70 tahun. Sudah
selama 45 tahun Basso menjadi seorang nakhoda, berbagai jenis kapal layar
tradisional sudah ia nakhodai. Menjadi seorang nakhoda adalah hal yang tidak
mudah, selain harus bisa membaca petunjuk alam, seorang nakhoda juga harus
memiliki jiwa kepemimpinanyang kuat. Basso juga mengatakan ilmu yang dia
pelajari selama ini merupakan hasil terpaan ketika menghadapi kerasnya lautan.
Dari tangannya telah banyak lahir nakhoda-nakhoda muda yang dapat diandalkan.
Bagi Basso ombak dan badai adalah sahabat, yang tidak perlu dilawan tapi ikuti
kemana arahnya haluan.